Fangirls Detected | Perjalanan Mencari Jati Diri


Semalem gue ga sengaja buka album mp3 lama gue. Di sana gue nemu banyak banget lagu-lagu sekitar dua belas tahun yang lalu, sebelas tahun yang lalu, sepuluh tahun yang lalu, dan beberapa tahun yang lalu. Dari mulai Celine Dion rilis lagunya I’ll Waiting For You yang dari dulu lagu ini ga pernah gue hapus, Secondhand Serenade sampe ke lagu One Direction, akhir dari semuanya. Yep! Hampir semuanya lagu barat dan gue pun ga ingat kenapa lagu-lagu itu ada di laptop gue!

Sejak kecil gue involvement banget sama lagu barat. Padahal orang tua selalu ngasih gue lagu-lagu jawa, campur sari, nada ria, sholawat, dan tak ada satupun anggota keluarga yang suka lagu barat. Kakak gue selalu jadi contender rebutan radio buntut di ruangan remang-remang ketika siang hari. Kakak gue yang lebih memilih Yasika fm, sedangkan gue lebih tertarik dengerin 88fm yang mana di sana waktu siang selalu muter lagu barat lawas, contohnya Celine Dion, Jennifer Hudson, Christina Aguilera, Mariah Carey, Beyonce, dan lain-lain. Sejak saat inilah kehidupan di mulai. Selamat datang di masa pencarian jati diri.
Beberapa tahun setelahnya, tepatnya waktu kelas enam sd, gue mulai punya teman dari luar negeri. Semenjak itulah gue makin tergila-gila sama Hollywood. Ingat banget lagu barat pertama kali yang gue download adalah Akon – Na Na Na, Taylor Swift – Influenza A virus subtype H5N1 Place inwards This World, Jason Mraz, dan Miley Cyrus – Good Bye. Gue download lagu itu pakai Nokia seri keluaran tahun 2006 yang mana Cuma cukup buat download sepuluh lagu. Setiap ada lagu baru, gue pastiin gue download. Kalo ga muat, gue pindahin ke flashdisk kakak gue atau di komputer. Kalo gue pengin nonton Youtube, gue lari ke warnet karena di rumah waktu itu kuota mesh masih mahal.
Setelah beberapa tahun kemudian, muncullah Justin Bieber. Awalnya gue biasa aja sama ni bocah. Awal pertama kali tahu Justin Bieber waktu peralihan SD ke SMP. Gue inget banget waktu itu lagi baca di grup hash out cerpennya Nasty, di sana banyak banget orang yang ngomongin Justin Bieber. But I withal don’t assist most him! Barulah waktu doi publish lagu Baby mulai ikut-ikutan heboh. Tapi waktu itu Cuma sekadar ikut euphoria aja. Setelah salah satu seri daily life-nya JB tayang di Indo, mulai dah tuh gabung sama Beliebers haha! Mulai cari-cari JB itu siapeee, JB anak siapee, darimane, dan apa aje tentang dia gue cari wkwk. Sampe gue udah ga update lagu Miley & TS lagi. Dan dari sinilah gue mulai punya teman luar negeri yang loyal dan solid, Katlynne & Valerie.
Waktu kelas delapan, euphoria tentang JB makin menjadi. Seluruh penjuru sekolah ikut heboh, bahkan yang cowok pun ikut heboh! Emang ga semua, sih.. tapi setidaknya orang-orang terdekat gue adalah Beliebers! Lol cerita dikit aja, sih, jadi dulu sempet ada satu grup Beliebers di  facebook. Pendiri grup  itu adalah Farhan (nama samaran *ga berani sebut nama wkwk*), salah satu cowok paling keren dan idaman di sekolah waktu itu dan katanya wkwk. Bahkan bocah macam Farhan pun luluh sama pesona JB. Anggota di grup waktu itu, di antaranya gue, Efi, Farhan, pacar Farhan, Andre, dan yang lainnya gue lupa – yang pasti anggotanya cuma dua belas orang. Hampir tiap hari kita heboh di grup. Yang harusnya ‘hai’ kalo di grup itu jadi ‘haaaaaiiiiiiii ’, ‘gaul’ jadi ‘gahoeeeell’, ‘guys’ jadi ‘guuuuuuyyyyysssszzzz’. Di grup ini kitorang portion info-info terbaru JB dan saling nge-tag foto JB *ewwwwhh *sampe sekarang jejaknya masih ada gaes. Kalo tu bocah macem2 tinggal bongkar aib-aib itu dah wkwk.
Oke balik lagi ke topic awal. Karena mungkin waktu itu lingkungan gue juga suka Hollywood, jadi hal ini makin bikin gue menjadi-jadi. Koleksi lagu barat gue makin banyak. Kalau dulu waktu SD cuma sekadar nunggu pengumuman Piala Oscar, AMA, Golden Globes, dan lain-lain dari VOA, semenjak itu gue rela tidur jam setengah tiga pagi cuma pengin nonton acara penghargaan macam itu. dan itu gila di umur gue yang segitu gue harus tidur sepagi itu sedangkan jam lima gue harus bangun buat berangkat sekolah! Sekolah gue masuknya setengah tujuh gaes. Sedangkan perjalanan sekitar tujuh kilo meter naik motor supra-X 125 wkwk *kaga penting*
Seiring berjalannya waktu, di tengah-tengah karier JB yang makin di atas, muncullah Greyson Chance. Awalnya sama, sih, kayak si JB sok-sok ga suka. Bahkan dulu sempet ‘jealous’ karena posisi JB waktu itu mulai tergeser karena eksistensi Greyson. Di sisi lain waktu itu Beliebers sedikit demi sedikit mulai pindah haluan ke Enchancers – sebutan fans Greyson. ‘Ih, siape, sih, Greyson Chance. Kenapa orang-orang sekarang ngomongin Greyson. Apa bagusnya diaaa?!’ kata gue sebelum benih-benih cinta itu datang *heleh*
Ya begitulah cinta. Kita ga tau datangnya kapan *tsah* setelah si JB mengalami perubahan suara dan perubahan sikap, semakin banyaklah orang-orang yang pindah ke Enchancers, termasuk gue. Dulu, sih, sering dikatain, ‘Ah lo pada fans musiman!’ sempat tersinggung, sih.. tapi yaude pilihan gue juga. Lagian gustation gue emang lebih suka ke Greyson. Baik dari lirik lagu, aransemen music, dan genre-nya. Akhirnya dari sinilah kegilaan gue di mulai. Selamat datang kembali ke masa pencarian jati diri yang belum selesai!
Gue pun resmi jadi Enchancers! I am proud of it. Di sini gue mulai ketemu temen-temen yang lebih corporation dari sebelumnya. Gue merasa punya saudara-saudara baru. Setiap ada yang sedih, kitorang pasti ikut sedih. Teriak bareng, nangis bareng, ketawa bareng, dan semuanya dilakuin bareng-bareng! Ada di mana waktu itu Greyson Chance bener2 lagi down, kita semua bener-bener ngerasa ‘tanggung jawab’ ada di kita. Buat orang yang ga pernah ‘fangirling’ mungkin ini dianggap bodoh, but nosotros experience it! Satu anggota aja ada yang sedih semuanya bakal ikut sedih. Uuwww kangeeeen..
Dari Enchancers inilah gue selalu dapat liberate energy positif. Kita saling back upwards sama lain. Dan dari sinilah gue merasakan pengalaman pertama kali yang luar biasa! Waktu itu engga sengaja ikutan kompetisi di salah satu majalah remaja – udah pernah gue bahas sebelumnya – yang mana handmade yang paling bagus, bakal dikasih ke Greyson waktu konser dia di Indo. Awalnya orang tua melarang gue buat ngelakuin hal-hal aneh kaya gitu, tapi karena gue ngeyel, gue tetep ikutan kompetesi itu dan bilang, ‘Ibu akan lihat nanti. Karyaku bakal dimuat di majalah, Bu!’ Ibu pun hanya diam. Yep! I got it! Dua bulan kemudian gue dapetin nama dan karya gue di majalah. Mulai saat itulah orang tua ga ngelarang gue lagi buat langganan majalah, fangirling, dan ngumpulin poster Greyson haha! Percaya ga percaya, selama gue gabung dan ikut menggila di fandom, gue selalu dapetin rasa percaya diri dan optimism. Setiap gue jatuh, gue selalu merasa ‘gue ada teman-teman yang selalu ngesupport gue’. Walaupun mereka – Enchancers jauh banget – tapi setiap kali gue jatuh, I ever run across them! Dan semangat itu kembali lagi.
Kegilaan ini makin berlanjut waktu masuk SMA. I LOVE ALL ABOUT AMERICA. Kalo dulu mungkin Cuma sekadar suka musiknya aja, waktu SMA gue bener-bener ‘hampir keblinger’ sama kebudayaan mereka. Tanpa gue sadari, otak gue juga ikut kegeser. Pemikiran gue jadi liberal. I am serious! Gue selalu mewajarkan ‘budaya barat’ dengan mengatakan, ‘Yaudah, sih, hak dia. Ga usah ngurusin idup orang. Biasa aja sih, temen gue juga banyak yang LGBT.’ Sekalipun gue bilang ‘gue ga mendukung’ budaya barat, tapi secara makna tersiratnya, tetep aja gue ‘seolah-olah mendukung budaya barat itu’. dan ini benar gue selalu tutup telinga dan ‘bodo amat’ kalo ada yang bilang, ‘pemikiran lo liberal!’. Kesukaan gue sama amerika ini semakin didukung karena temen-temen gue juga penikmat music barat. Kita selalu bawa majalah kesukaan kita sambil ngomongin apa aja tentang artis-artis barat yang secara ga langsung, kita juga mendukung westernisasi yang jauh dari nilai budaya timur.
Akhirnya, pemikiran gue sedikit demi sedikit tentang ‘westernisasi’ mulai terbuka. Waktu kelas dua belas, gue masih suka teriak2 tentang Greyson. Walaupun waktu itu euphoria music barat – bagi gue – udah ga ngaruh buat gue. Gue mulai sadar kalo music-music Hollywood mulai ga beres, dimulai dari putusnya Miley Cyrus dari Liam Hamsworth begitu dengan perubahannya dan keputusan Taylor Swift buat ngelurusin rambutnya. Sedangkan pemberitaan tentang JB mulai engga-engga. Muncullah beberapa penyanyi yang lyrics-nya makin gila. Dari sinilah gue mulai membatasi diri gue dari music barat. Tapi di sisi lain, One Direction menutupi perubahan Miley Cyrus dan Taylor Swift. Sejak saat itulah gue cuma update music Greyson Chance, One Direction, dan Christina Aguilera aja.
Dari sinilah perubahan gue mulai muncul. Setelah gue ga sengaja membaca buku di perpustakaan tentang ‘Teori Konspirasi’, gue mulai menutup mata tentang Amerika. Tanpa gue sadari, gue berpindah haluan ke Turki. Perubahan ini tentu berbanding 180 derajat. Ibaratnya gue habis dari diskotik terus ke masjid. Gue ngerasain perubahan itu.
Perubahan ini benar-benar tanpa gue sadari saat proses transisi. Gue cuma menjalani hidup gue seadanya diri gue. Gue ga sadar kalau secara pelan-pelan, hidup gue berubah. Lagu-lagu barat gue pindah semua ke netbook, gue berhenti berlangganan majalah Hollywood, aksesoris-aksesoris gue tentang Amerika tanpa sadar ga terurus sampai akhirnya disimpan Ibu di almari, poster-poster yang gue kumpulin pun tanpa gue sadari hilang. Secara ga sadar lagu-lagu barat ‘berbahasa Inggris’, berubah menjadi lagu mendayu ‘berbahasa Turki’. I don’t recollect most it!
Semenjak kuliah inilah, gue ‘baru sadar’. Lagi-lagi ‘tanpa gue sadari’. Tanpa gue sadari gue kehilangan teman-teman gue, optimisme itu hilang, hingar-bingar yang selama ini gue lakuin perlahan-lahan hilang. Suatu ketika gue sadar kalau hidup gue berubah 180 derajat. Gue ngelihat album-album Jennifer Hudson, Celine Dion, Christina Aguilera, Miley, Greyson Chance, dan lain-lain, tentu saja gue seolah-olah tenggelam ke masa lalu. Ketika gue sadar itulah, gue merasa kehilangan ‘keluarga’ yang selama ini selalu back upwards gue dalam keadaan apapun. Di saat gue jatuh, optimisme itu selalu muncul ketika ada mereka. Tapi lagi-lagi, tanpa gue sadari gue telah meninggalkan mereka.
Hampir setiap orang nanya ke gue, ‘Lo kenapa, sih, ngefans seseorang sampai kayak gitu?’ Lol. Gue ga tau pasti. Tapi gue selalu nemu ‘kekeluargaan’ di sana. Di sanalah kita saling mentransfer energy. Banyak orang yang selalu memandang negative ‘fangirling’. Oke gue akui. Tapi di sisi lain, gue sadar bahwa setiap hal pasti ada kebaikan. Gue selalu ambil kebaikan dari ‘sikap gue’ di masa lalu itu. orang bilang gue gila. Iya. Padahal setiap kali gue ‘fangirling’ gue selalu ambil kebaikan dari hal itu. gue selalu bersyukur pernah melewati transisi yang begitu hebat – bagi gue. Kebaikan yang gue ambil dari ini semua adalah gue bisa berbahasa Inggris –walaupun masih belepotan-, gue jadi punya jaringan luas di luar negeri sampai sekarang, dan beberapa karya gue dimuat di majalah.
Percayalah. Tanpa gue melewati masa transisi tersebut, tentu mungkin gue sekarang orang kolot, orang yang ga tau kalau dunia itu luas, orang yang mungkin pikiran terlalu sempit, dan lain-lain. Bahkan gue ga pernah ngerasain betapa senangnya waktu karya pertama kita dimuat di majalah. Yep! Tentu gue ga menyesali perubahan gue sekarang. lagi-lagi gue ambil kebaikan dari sekarang ini. Mungkin orang yang ga tau masa lalu gue, pasti sampai sekarang masih nyalahin gue karena masih ada sisa-sisa euphoria dan jiwa fangirls gue. Gue paham.
Gue sering tiba-tiba nangis ingat masa-masa itu melihat gue yang sekarang yang mudah murung, mudah marah, dan mudah mengeluh. Emang agak berlebihan tapi begitulah. Walaupun begitu, bukan berarti gue ga menikmati hidup gue yang sekarang. mereka telah digantikan oleh orang-orang yang lebih baik, seperti Rumeysa, Oguz, Taha, Ozlem, dan lain-lain. Begitupun dengan semua teman-teman gue sekarang. Terima kasih.
Sekian tulisan gue ini. Mungkin rada ga penting. Tapi inilah satu-satunya tempat gue buat ngeluapin rindu. Salam garing sudaaaahhh…

No comments for "Fangirls Detected | Perjalanan Mencari Jati Diri"